Minggu, 11 Desember 2011 | By: RifkiArya

Ustadz FACEBOOK




Tidak seperti biasanya. Hari itu aku menyempatkan waktu untuk datang berkunjung ke rumah seorang kyai.Di samping silaturrahim karena lama tak berjumpa, aku pun berniat untuk numpang istirahat sekedar menghilangkan lelah
karena telah melakukan perjalanan yang cukup lumayan jauh.
Saat aku sampai di depan pintu rumahnya, seperti umumnya para tetamu.
Akupun mengucapkan salam;

Assalamu alaikuuuum.....!!!!
Tidak berapa lama, keras kudengar jawaban salamku dari dalam
"Waalaikum salaaam.. monggo le.. monggoo melebu Hooo..!!” Begitu keras kudengar jawaban salam dari dalam.
Dengan penuh santun, aku langkahkan kakiku menujunya.
“Hehehehehe”. Kyai tengah tersenyum-senyum sendirian, dengan penuh riang di hadapan layar monitor sambil terus memainkan mostnya
“Hahahahaha”. Sambil terus tertawa, tangannya menari begitu cekatan, menekan huruf demi huruf, angka, tanda baca, dan entah apalagi. Sesekali tangannya menggaruk-garuk kepala sambil terkekeh-kekeh kegirangan.
“ Kyai..”! lirih aku memanggilnya.
“ Sebentar le.. sebentar le....aku masih bahstul masail ! ; jawabnya dengan nada tinggi.
“ Oohh..maaf Kyai ”; Jawabku spontan dengan lirih.
“Sebentar yo le ”; Jawabnya datar.
“Na’am Kyai”; timpalku.
“Aku lagi coment le. Sekalian ganti status hubungan. Marem tenaaan..... emoticonnya lucu-lucu le. Lebay & alay kabeh cah-cah iki ”. Ucapnya lagi.
Mendengar itu, Aku sempat tersentak kaget. Ku coba mencuri pandang kelayar monitor.

“HAH. FACEBOOK?!
Seperti baru tersadar, bahwa ia telah keceplosan bicara. Kyai pun melihatku dengan penuh kaget.
“ Junet tokh ? Hadooh.!! Sepurone net. Sepurone.. monggo-monggo... silahkan.! Ucapnya.
”Bu.. bu.. buatkan kopi ! Enek Junet teko bu.!!!” Sambil teriak kyai mengambil bajunya.
“ Gak apa-apa kyai, teruskan saja bahstul-masailnya ” . kataku.
" Pun. Sampun ko net !! jawabane Mauquf ”. Sambutnya.
“wah . Maaf kyai, jadi ganggu nih ?” ucapku.
”Mboten-mboten. wis suwe gak petuk. Yo piye awakmu net. Sehat to net ?” tanyanya.
"Alhamdulillah Kyai”. Jawabku..
Tak lama kemudian empat cangkir Kopi pun datang. Kami pun berbincang-bincang dengan panjang lebar. Sambil sesekali menikmati hidangan kue-kue pasar dan buah di wadah parcel..
Singkat cerita; setelah aku anggap cukup. Aku pun mohon pamit.
“ Kyai, ana mohon pamit. Mohon doanya agar selamet dalam perjalanan.
Terima kasih atas jamuannya. Sekali lagi, ana mohon maaf kalau ana dah ganggu kesibukan kyai”. Kataku.
“Ya. Ya. Mboten nopo-nopo ko net. Malah aku seneng eh..!!! sing ngati-ngati ning dalan yo!!! Selamet selamet selamet..Amin amin amin”. Jawabnya tangkas.
Kyai pun bangkit dan kami berpelukan, bersalam-salaman. aku berlalu menuju pintu utama rumahnya yang memang cukup besar. Tak seperti biasanya. Kyai menahan lajunya persis di meja kerjanya. Ia pun memutar-mutar most computernya.
Rupanya Facebooknya belum di“ sign out ”.
Sambil berdiri kyai membaca tulisan pada monitornya dengan tersenyum-senyum. Seperti lupa bahwa aku masih ada di depan pintu utamanya. Aku pun tak mau mengganggunya.
“Kyai, Bil Qulub yo.. Ilalliqo”. Kata ku.
“Monggo monggo net”. Sambil terus memainkan mostnya tanpa menoleh.
”Bahtsul-masail lagi Kyai.?” Candaku.
" Inggih net. Baru dapat takbir, barusan ”. Jawabnya sambil terkekeh.
Aku melenggang menuju mobilku. Sepanjang jalan aku berpikir sambil terus menyenyumi ulah Kyai.
“Luar biasa”. Gumamku.
“Ada apa ustadz?” Tanya santriku yang mengendarai mobil.
“Ternyata sihir Facebook mampu membuat Kyai lupa pada keluwesan dan
kebiasaan lawasnya, keistiqomahannya, bahkan santri lamanya ya..?????”.
Sopirku pun terdiam lalu bergumam “ Yah. namanya juga baru tumben nyebur di dunia gaul ustadz. Lagi ngetrend-kan facebook.!!!”
Aku diam saja tak menyahutinya. Dalam hati aku terus berkata; Apakah facebook telah mampu menggeser posisi keyakinan? Apakah konsentrasi penuh dalam membaca Qur’an, Hadis dan Kitab-kitab itu telah dialokasikan kepada layar monitor yang berisi gambar, foto gadis, emoticon dan coment-coment? Sehingga separuh atau sepertiga waktu dan perhatiannya hanya dipakai untuk cengangas-cengenges di depan layar monitor? Apakah buah tasbih telah tergantikan dengan angka dan hurup pada kifet-kifet tekhnologi anak zaman? Apakah Facebook lebih pantas dia perhatikan dibandingkan santri yang notebene-nya adalah titipan Allah dan masyarakatnya?
Sejuta tanya timbul tenggelam dalam hatiku. Dan selanjutnya aku hanya terdiam dalam tanya. Kini, Aku hanya mampu berdoa.
“Semoga Facebook pun dapat menjadi ladang subur buat memupuk bekal hidup sesudah mati”. Amin..!!!!




Artikel Terkait:

1 komentar:

The Kancil mengatakan...

kereen dan passss banget.

Posting Komentar

Post Comment