Kamis, 08 Desember 2011 | By: RifkiArya

Hati Hati Memilih Teman






Ali Bin Abi Tholib ditanya: “Berapa banyak teman dekat tuan?” Ali menjawab: “Saya tidak mengetahuinya sekarang karena saat ini dunia sedang berada di pihak saya. Semua orang (ingin menjadi) teman dekat saya. Saya baru tahu itu besok nanti pada saat dunia meninggalkan saya. Sebab sebaik-baiknya teman adalah orang yang mendekat kepada saya pada saat dunia meninggalkan saya (tidak kaya dan tidak berkuasa)”.
MANUSIA tidak bisa hidup sendiri. Ia butuh teman untuk menjalani dan memenuhi ragam kebutuhan hidup. Bahkan, teman adalah personifikasi diri. Menurut para ahli, manusia selalu memilih teman yang mirip dengannya dalam hal hobi, kecenderungan, pandangan, pemikiran, juga nasib.
Seorang Muslim tidak dapat semaunya memilih teman, meskipun setiap Muslim diharuskan berteman dengan semua orang karena Islam membenci permusuhan. Sebagai pedoman hidup, syariat Islam memberi batasan-batasan yang jelas dalam soal pertemanan ini. Salah satu alasannya, teman memiliki pengaruh yang besar sekali.
Pentingnya memilih teman tersirat dalam sebuah sabda Rasulullah Saw:
“Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Kita bisa menilai seseorang dengan melihat dengan siapa saja orang itu berteman. Pasalnya, seseorang akan berbicara dan berperilaku seperti kebiasaan temannya. Rasulullah dengan hadits tersebut mengingatkan agar kita cermat dalam memilih teman. Kita harus kenali kualitas beragama dan akhlak kawan kita. Bila ia seorang yang shalih, ia boleh kita temani. Sebaliknya, bila ia seorang yang buruk akhlaknya dan suka melanggar ajaran agama, pelaku dosa-dosa besar dan ahli maksiat, lebih-lebih berteman dengan orang-orang kafir dan munafik, kita harus menjauhinya.
Paparan berikut ini menggambarkan kriteria pertemanan dan teman yang baik dalam perspektif Islam.
ORANG BERIMAN
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri, Rasullulah Saw bersabda: ”Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan orang mukmin yang bertaqwa”. Dalam hadits lain ditegaskan, “Jangan berteman, kecuali dengan orang mukmin, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa.” (HR. Ahmad).
Kriteria utama dan pertama orang yang harus dijadikan teman adalah orang beriman dan orang-orang saleh. Selain karena sesama mukmin memang bersaudara, juga karena orang beriman dengan benar melahirkan dalam dirinya perilaku yang baik (akhlaqul karimah) dan kita akan termotivasi melakukan hal yang sama. Beberapa ulama generasi salaf menyarankan kepada kita untuk : ”Bersahabatlah dengan orang-orang yang keadaannya bisa menunjukkan kamu ke jalan Allah”.
“Seorang mukmin itu tidak punya siasat untuk kejahatan dan selalu (berakhlak) mulia, sedang orang yang fajir (tukang maksiat) adalah orang yang bersiasat untuk kejahatan dan buruk akhlaknya.” (HR. Tirmidzi).
Orang kafir yang tidak memusuhi Islam atau mau hidup berdampingan secara damai dengan umat Islam (kafir dzimmy) layak juga menjadi teman. Sedangkan kafir yang memusuhi Islam harus diperangi (kafir harby).
TEMAN DI JALAN ALLAH
Dalam perspektif Islam, pertemanan yang baik adalah pertemanan yang dijalin di jalan Allah dan karena Allah. Bukan pertemanan yang semata-mata dijalin untuk mendapatkan manfaat dunia, materi, jabatan, atau sejenisnya. Pertemanan yang dijalin untuk saling mendapatkan keuntungan duniawi sifatnya sangat sementara. Bila keuntungan tersebut telah sirna, maka pertemanan pun putus.
Pertemanan yang dijalin karena Allah adalah pertemanan yang dijalin untuk mendapatkan ridha Allah: teman berdakwah dan berjihad, saling mengingatkan soal kebenaran dan kesabaran, teman beramal saleh, saling bantu demi ketaatan pada Allah, dan kebaikan lainnya. Orang yang semacam inilah yang kelak pada Hari Kiamat akan mendapat janji Allah.
“Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, ‘Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali perlindungan-Ku.” (HR. Muslim).
Pertemanan yang dijalin karena Allah akan melahirkan rasa saling mengasihi dan membantu, bahkan persaudaraan itu tetap akan berlanjut hingga di negeri Akhirat.
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)
CINTA KARENA ALLAH
Antar teman harus saling mencintai karena Allah Swt. Dari Mu’adz bin Jabal berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Wajib untuk mendapatkan kecintaan-Ku orang-orang yang saling mencintai karena Aku dan yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku.” (HR. Ahmad).
“Dahulu ada seorang laki-laki yang berkunjung kepada saudara (temannya) di desa lain. Lalu ditanyakan kepadanya, ‘Ke mana anda hendak pergi? Saya akan mengunjungi teman saya di desa ini’, jawabnya, ‘Adakah suatu kenikmatan yang anda harap darinya?’ ‘Tidak ada, selain bahwa saya mencintainya karena Allah Azza wa Jalla’, jawabnya. Maka orang yang bertanya ini mengaku, “Sesungguhnya saya ini adalah utusan Allah kepadamu (untuk menyampaikan) bahwasanya Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai temanmu karena Dia.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
CERIA SAAT BERTEMU
Teman yang baik adalah teman yang membahagiakan dan memberi semangat. Paling tidak, saat bertemu dengan teman hendaknya selalu dalam keadaan wajah berseri-seri dan menyungging senyum.
“Jangan sepelekan kebaikan sekecil apa pun, meski hanya dengan menjumpai saudaramu dengan wajah berseri-seri.” (HR. Muslim dan Tirmidzi).
JABAT TANGAN & HADIAH
Termasuk yang membantu langgengnya cinta dan kasih sayang antar teman adalah saling jabat tangan ketika bertemu dan berpisah serta saling memberi hadiah.
“Saling berjabat tanganlah kalian, niscaya akan hilang kedengkian. Saling memberi hadiah lah kalian, niscaya kalian saling mencintai dan hilang (dari kalian) kebencian.” (HR. Imam Malik).
SELALU SIAP MENOLONG
Dalam Islam, prinsip menolong teman adalah bukan berdasar permintaan atau keinginan teman. Prinsip menolong teman adalah keinginan untuk menunjukkan dan memberi kebaikan, menjelaskan kebenaran, termasuk di dalamnya adalah amar ma’ruf nahi mungkar, meskipun bertentangan dengan keinginan teman.
Teman yang baik selalu mengingatkan agar temannya tidak terjerumus pada perbuatan dosa atau hal yang merugikan dirinya dan orang lain. Allah Swt memerintahkan kita untuk saling tolong dalam kebaikan dan takwa (ta’awanu ‘alal birri wat-taqwa), bukan saling dukung dalam perbuatan dosa dan permusuhan (wala ta’awanu ‘alal itsmi wal ‘udwan).
BERBAIK SANGKA
Termasuk bumbu pertemanan adalah berbaik sangka kepada sesama teman (husnuzhan), yaitu selalu berfikir positif (positive thinking) dan memaknai setiap sikap dan ucapan orang lain dengan persepsi dan gambaran yang baik, tidak ditafsirkan negatif.
“Jauhilah oleh kalian berburuk sangka, karena buruk sangka adalah pembicaraan yang paling dusta”(HR.Bukhari dan Muslim). Termasuk berburuk sangka di sini adalah dugaan yang tanpa dasar.
MENJAGA RAHASIA
Rahasia seseorang biasanya disampaikan kepada teman terdekat atau yang dipercayainya. Anas bin Malik pernah diberi tahu tentang suatu rahasia oleh Nabi Saw. Anas berkata, ” Nabi Saw merahasiakan kepadaku suatu rahasia. Saya tidak menceritakan tentang rahasia itu kepada seorang pun setelah beliau (wafat). Ummu Sulaim pernah menanyakannya, tetapi aku tidak memberitahukannya” (HR. Al-Bukhari).
Teman sejati adalah teman yang bisa menjaga rahasia temannya. Orang yang membeberkan rahasia temannya adalah seorang pengkhianat terhadap amanat. Berkhianat terhadap amanat adalah termasuk salah satu sifat orang munafik.
JENIS-JENIS TEMAN
Menurut Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam bukunya, Syarah Hilyah Thalibil Ilmi, menjelaskan tentang tiga macam teman:
Pertama, teman manfaat, yaitu orang yang berteman untuk mendapatkan manfaat berupa harta, kedudukan, atau lainnya. “Jika tidak ada manfaat yang didapatkan, darimu jadilah ia musuhmu, dia tidak mengenalmu dan kamu tidak mengenalnya,” katanya.
Kedua, teman kenikmatan, berteman hanya untuk bersenang-senang dengan dalam berkumpul dan berdagang, tetapi dia tidak memberi manfaat, hanya buang waktu. “Tipe ini juga kamu harus berhati-hati darinya karena dia akan menyia-nyiakan waktumu,” katanya.
Ketiga, teman keutamaan, yang membawa pada kebaikan dan melarang keburukan, membuka pintu-pintu kebaikan dan menuntut teman kepadanya. “Jika kamu tergelincir dia akan melarangmu dengan cara tidak mempermalukanmu, ini baru teman keutamaan,” jelasnya.
Syekh Abdul Aziz As-Salman, sebagaimana dikutip Majalah Qiblati, juga menyebutkan tiga jenis teman lainnya: ”Pertama seperti makanan, sesuatu yang selalu dibutuhkan tidak boleh tidak; kedua seperti obat, dibutuhkan saat sakit saja; dan ketiga seperti penyakit, sama sekali tidak dibutuhkan.”
TEMAN YANG HARUS DIHINDARI
Hindari teman yang dimurkai oleh Allah, seperti pelaku maksiat dan tukang bohong.
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui. Allah telah menyediakan bagi mereka adzab yang keras. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Mujaadilah [58]: 14-15).
“Barangsiapa yang mengambil setan menjadi temannya, maka setan itu adalah teman yang seburuk-buruknya” (QS. An Nisaa’ [4]: 38).
Seseorang bisa tergelincir berteman dengan setan dalam arti sesungguhnya. Dengan sadar ia menjadikan setan sebagai pelindung, penolong, pendamping, serta pemberi kekuatan, sehingga dipandang hebat oleh orang lain.
Berteman dengan setan bisa pula dalam bentuk lain, yaitu bergaul dengan orang-orang yang gemar memperturutkan hawa nafsu, rajin bermaksiat, serta lalai dari mengingat Allah. Akibatnya, mereka sangat jauh dari pertolongan Allah.
Ibnu Atha’illah dalam kitab Hikam berkata: “Berkawan seorang bodoh yang tidak memperturutkan hawa nafsunya, jauh lebih baik daripada dengan berkawan seorang ‘alim yang selalu memperturutkan hawa nafsunya.”
Orang berilmu tapi memperturutkan hawa nafsu, biasanya akan membenarkan kemaksiatan yang dilakukannya dengan dalil-dalil Al-quran dan hadis. Dikhawatirkan, lambat laun kita pun akan membenarkan kemaksiatan tersebut hanya karena bersandar pada dalil-dalil.
KUALITAS TEMAN
Idealnya kita berteman dengan orang-orang yang kualitasnya jauh lebih baik dari diri kita, sehingga kita tidak merasa paling pintar dan paling saleh. Justeru kita akan merasa paling kurang.
Saat berteman dengan orang-orang yang berkualitas, biasanya kita akan terangsang dan termotivasi untuk belajar dan mengejar ketertinggalan. Karena itu ada yang mengatakan, kalau kita ingin menjadi ulama maka bergaulah dengan ulama; ingin menjadi pedagang, maka bergaullah dengan para pedagang; ingin menjadi seniman, maka bergaulah dengan seniman.
Kualitas utama teman adalah iman dan takwanya. Abu Daud dan Turmudzi memperjelas kriteria seorang sahabat seperti diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasullulah Saw bersabda : ”Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan orang mukmin yang bertaqwa”.
“Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik (saleh) dan teman yang jahat adalah seperti pembawa minyak wangi dan peniup api pandai besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan mencipratkan minyak wanginya itu atau engkau membeli darinya atau engkau hanya akan mencium aroma harumnya itu. Sedangkan peniup api tukang besi,  mungkin akan membakar bajumu atau engkau akan mencium darinya bau yang tidak sedap” (HR. Bukhari dan Muslim).
TEMAN PALSU
Waspadai teman palsu, yakni teman yang sesungguhnya tidak layak dijadikan teman. Setidaknya ada empat kriteria empat palsu:
Pertama, mereka yang mengajak berkawan untuk tujuan menipu. Mereka hanya memikirkan tentang apa yang akan mereka peroleh; memberi sedikit dan berpikir bagaimana untuk memperoleh banyak; jika mereka berada di dalam bahaya, mereka akan melakukan hal-hal yang dapat memperkokoh persahabatan; dan bergaul dengan kita hanya karena mereka tahu bahwa pergaulan itu memberikan keuntungan kepada mereka.
Kedua, mereka yang hanya manis di mulut saja. Mereka selalu membicarakan hal-hal yang telah lampau dan tidak berguna; cenderung membicarakan hal-hal yang belum terjadi; dan membantu mengerjakan hal-hal yang tidak berguna. Jika iminta untuk membantu, mereka selalu mengatakan tidak dapat membantu (dengan bermacam-macam alasan untuk menghindari).
Ketiga, mereka yang memuji-muji dan membujuk (penjilat). Jika kita berbuat jahat, mereka akan setuju dan membenarkannya; jika kita tidak berbuat baik, mereka akan setuju dan membenarkannya; di hadapan kita, mereka akan memuji-muji kita, namun di belakang kita, mereka akan mencel kita.
Keempat, mereka yang mendorong seseorang untuk menuju ke jalan yang membawa pada kerugian dan kehancuran atau kemaksiatan.
TEMAN SEJATI
Lazim dikemukakan, teman sejati adalah teman yang mendasarkan pertemanan semata-mata karena Allah. Ia berusaha membantu di dalam berbagai cara, mempunyai rasa simpatik baik di dalam suka maupun duka, serta memperkenalkan kita pada hal-hal yang berguna. Beberapa ulama generasi Salaf menyarankan: ”Bersahabatlah dengan orang-orang yang keadaannya bisa menunjukkan kamu ke jalan Allah”.
Ali bin Abi Thalib berkata:
“Temanmu yang sebenarnya adalah orang yang ada bersamamu dan orang yang menyusahkan dirinya agar ia bermanfaat bagimu (siap berkorban demi teman). Di waktu membimbangkan, ia berkata terus terang kepadamu. Ia pecah berantakan agar kamu berkumpul selalu…”.
PENUTUP
Demikianlah, salah satu jalan untuk menjaga keimanan dan mempertahankan akidah adalah dengan selalu bergaul bersama orang-orang yang saleh dan memilih lingkungan pergaulan yang baik.
Oleh karena itu, dalam memilih teman dan lingkungan, kita harus selektif, yaitu memilih orang-orang saleh yang banyak berzikir, meskipun di mata manusia mereka bukanlah orang yang terpandang. Tetapi di sisi Allah mereka mempunyai kedudukan yang tinggi. Mereka itulah yang hendaknya kita jadikan teman sejati. Agar efek samping yang kita dapatkan adalah kebaikan.
Jangan sampai kita memilih teman dan lingkungan yang tidak baik, karena lambat laun dikhawatirkan kita akan tertular atau paling tidak ikut terkena getahnya. Ada pepatah Arab yang mengatakan, “Akhlak yang buruk itu akan (cepat) menular.” (Meldari berbagai sumber).*






Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar

Post Comment