Jumat, 21 Oktober 2011 | By: RifkiArya

Sepercik Api

oleh Abdurrahman Saleh


 

setetes darahpun belum pernah mengalir dari pori tipismu
lalu, pernah juakah kau bersilang belati dengan serdadu
menikam, menghujam di bawah auman mesiu dan peluru

sayangnya, keluhan generasi kini yang terlantang
melebihi suara generasi dahulu yang lebih pantas jika harus mengaduh
kita, sedikit saja tersandung aral melintang
gumam kemenyerahan begitu riuh bergemuruh

berkaca pula pada pasukan badar
mereka, yang menjual nyawa untuk menebus firdaus
maju menantang sekutu berhala tanpa gentar
memekik takbir diantara denting pedang yang terhunus

disini, di negeri muslim ini
kita belum pernah mengalami pergesekan yang begitu ganas
hanya saja kebekuan proletar yang kita hadapi
rakyat, belum seluruhnya sadar bahwa mereka sedang di tindas
mereka berdiam, acuh seperti mati

sebuah perlawanan harus lahir untuk mengambil hak kita yang terampas
sebelum kekayaan habis dilibas dan harga diri benar-benar terhempas

karena islam adalah kemuliaan dan keselamatan
ia tidak layak bersembunyi di bawah ketiak demokrasi

maka, lantangkan teriakmu kawan
revolusi dan tegakkan khilafah
atau mati berdarah-darah
–garisdepan–
*KabarburukuntukkaumbarbaR*
–ketika KONJAB 1432 H semakin dekat–


Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar

Post Comment