Memang tidak ada manusia yang sempurna. Tetapi, bisakah ini dijadikan acuan dalam tindakan-tindakan kita untuk meraih suatu keberhasilan? Kita tentu setuju bahwa hakikat kemanusiaan adalah ketidaksempurnaan. Tetapi, benarkah tuntutan, perintah, atau ajakan untuk menjadi sempurna sama sekali tidak realistis?
Demikian juga dengan belajar menulis dan berbicara di depan umum. Bisa-bisa saya tidak serius dalam belajar karena tidak menjadikan kesempurnaan (nilai seratus) sebagai goal-nya. Saya yakin orang-orang luar biasa seperti penemu telepon, penemu lampu pijar, penemu mobil, pembangun Microsoft, dan lain sebagainya harus demikian berusahanya melakukan eksperimen demi mencapai goal-nya, yaitu kesempurnaan hasil temuannya.
Kesempurnaan tidak perlu dijadikan beban. Apalagi merasa dikejar-kejar oleh tuntutan yang memang memberatkan itu. Bagaimana tidak berat, keahlian dan keberhasilan apa sih, yang tidak didahului oleh trial and error, coba-salah-coba lagi? Masih ada “lain kali” dan “yang akan datang” untuk memperbaikinya. Tidak perlu stres memikirkannya.
Bagi seseorang yang telah memiliki keahlian, jika orang ini terobsesi oleh kesempurnaan ia akan menjadi seorang pengkritik yang sinis, penilai yang “keji”, dan penghantam kesalahan orang lain karena tidak mencapai standar yang ia bayangkan. Secara psikologis, sebenarnya ini sangat menyiksa yang bersangkutan. Sangat merasa tidak nyaman karena harus marah dengan orang lain yang dianggapnya tidak sesuai standar. Juga merasa jengkel dan bosan dengan dirinya sendiri yang terbebani dengan tuntutan kesempurnaan.
Jika kesempurnaan sebagai motivasi maka ketidaksempurnaan sebagai investasi. Sebagai pendekatan hidup, panggilan kepada kesempurnaan cukuplah sebagai sumber motivasi untuk belajar serius demi meraih yang lebih baik dan lebih baik lagi. Meski kita tahu, sangat mustahil meraih kesempurnaan 100 persen.
Seperti yang terlukiskan dalam sebuah cerita bijak di bawah ini, bacalah, resapi dan renungilah:
*****
Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang laki-laki kaya. Dia merasa sudah waktunya untuk mencari pasangan hidupnya. Lalu dia bergegas mencari di desanya, tapi tidak ada hasil. Dengan tekad membara dia mencari ke desa-desa lain.
Sampai di suatu desa dia menemukan gadis berparas cantik, pokoknya tanpa make up juga gadis itu sudah cantik bagaikan model. Tapi sayangnya laki-laki ini tidak bisa menikahi gadis tersebut, karena dia bisu. Gadis itu tak sempurna menurut dirinya.
Setelah berminggu-minggu mencari yang sempurna untuk dirinya, akhirnya dia menemukan lagi seorang gadis cantik. Malahan lebih cantik dari gadis sebelumnya. Dan tentunya tidak bisu. Tetapi sayangnya dia tidak bisa menikahi gadis itu, karena dia tidak bisa memasak. Padahal laki-laki kaya itu sangat menginginkan istri yang bisa memasak. Gadis itu tak sempurna menurut dirinya.
Tanpa lelah, dia terus mencari ke desa-desa. Lalu di siang hari, dia ketemu dengan seorang gadis cantik, bisa bicara dengan berbagai bahasa, bisa memasak seperti koki restoran hotel bintang 5, Dan dia juga kaya. Dia menjadi kembang desa. Dia sempurna.
Tapi sayangnya, laki-laki itu tidak bisa menikahinya. Karena gadis tersebut mencari...
yang sempurna.
Melakukan kesalahan adalah wajar. Yang keterlaluan adalah melakukan kesalahan yang sama pada situasi yang mirip. Ini berarti ia tidak menginvestasikan kesalahannya sebagai pembelajaran, tetapi hanya membuang dan melupakannya. Sehingga, tak heran kesalahan yang sama pada situasi yang sama terulang kembali.
Kesempurnaan adalah tujuan dan ketidaksempurnaan adalah realitas. Usaha-usaha yang tidak memiliki tujuan menuju sempurna adalah semu. Dan, tidak mengakui ketidaksempurnaan sebagai realitas berarti menyalahi kodrat, yang memang dunia ini adalah ketidaksempurnaan, ketidakpastian, ketidakmapanan, penuh perubahan, dan persaingan. Maka, kita dituntut belajar untuk itu.
"Hidup ini kaya dimensi. Mengambil yang satu dan meremehkan yang lain kiranya bukan cara yang bijaksana. Keseimbangan di antaranya dan tahu pemanfaatan masing-masing adalah kunci keefektivan dan kenyamanan kita dalam menjalani hidup."
0 komentar:
Posting Komentar
Post Comment